Sejarah Desa

SEJARAH DESA WARNASARI

    

                Sejarah  adalah merupakan  serentetan pristiwa pada jaman lampau, jaman sekarang dan masa yang  akan datang, yang benar-benar terjadi  dan dapat dibuktikan  kebenarannya  baik berupa benda benda, Prasasti, Babad,  dan bukti lainnya yang mendukung.

Demikian juga dengan keberadaan  berdirinya  Desa Warnasari sangat sulit  dibuktikan  sulit untuk pengungkapannya  karena keterbatasannya alat bukti yang bisa mendukung .

Sebelum menjadi desa yang difinitif maka wilayah ini dahulu adalah merupakan daerah  hutan yang sangat lebat dan dikenal sebagai daerah perburuan  binatang buas. Pertamakali wilayah  hutan ini dimasuki dari arah Barat (Banjar Palalinggah)  yang lebih dahulu menghuni  sekitar tahun 1934, ada bebarapa  warga masyarakat  dari  Desa  Batu Agung  yang mencoba merabas hutan untuk  daerah pemukiman, namun usaha ini gagal  karena banyak yang sakit bahkan meninggal akibat serangan penyakit.

Setelah  ditanyakan  kepada paranormal  bahwa  pembukaan hutan tahap I ini katanya  tidak  permisi terlebih dahulu ditempat tersebut, maka disarankan kembali untuk  merabas hutan  dan  diatas bukit tersebut  agar didirikan  Tugu (sanggah) sebagai tempat pemujaan Tuhan agar diberikan perlindungan dan keselamatan dalam membuka hutan tersebut, disamping itu pula di lokasi tersebut juga merupakan tempat/jalan lintasan laskar raja Pecangakan menuju  Daerah Cekik (Gilimanuk) pada jaman  Bali Kuno,  hal ini dibuktikan diatas tanah tersebut ditemukan  benda benda kuno (Lempeng Emas, keris, Tombak, manik manik dll)

                Pada Tahun  1939 seorang penggawa  Jembrana  menawarkan  kepada warga masyarakat sekitar  kota Jembrana  untuk mengadakan transmigrasi Lokal. Pada tahun 1941 sampai dengan tahun 1947  setelah desa-desa tua di Kabupaten Jembrana, seperti Desa Dauh Waru, Batu Agung, Pendem, Lelateng, berdiri maka banyak  yang berkeinginan membuka hutan  disebelah utara Desa Tukadaya dan Tuwed. Sebanyak 10 KK dari Desa Dauh Waru  dan sekitarnya datang pertama kali  membuka  hutan lewat  Banjar Palalinggah   ke timur  sungai Sangyang Gede, mereka pertamakali tiba di sebuah Bukit   dan disana lalu mereka mendirikan sebuah Tugu (Sanggah) yang merupakan  Ngawit (mulai) akan merabas hutan. Maka  lama kelamaan  oleh tetua kita Tugu/Sanggah tersebut   diberi  beri nama PURA KAWITAN.

 

Kemudian menyusulah warga masyarakat dari  Dangin Tukadaya, Pendem, Baluk,  membuka hutan di sebelah utara dari Pangkung  Belatung  ke utara sampai dengan  batas   dan  membentuk banjar yang diberi nama  Banjar Warnasari Kelod sekarang, kemudian dilanjutkan oleh warga masyarakat dari penjuru Bali (Bangli, Karangasem, Buleleng) akibat bencana Gunung Agung meletus sekitar tahun 1963 membuka hutan nyambung dari batas Warnasari Kelod sampai dengan Pangkung Sente (yang sekarang disebut Banjar Warnasari Kaja dan Pucaksari)

Dari uraian tersebut diatas maka dapat ditafsirkan WARNASARI diambil dari kata :

a.  Kata WARNA dapat diartikan sebagai penduduk Desa Warnasari berasal dari Penjuru Desa di Bali

b.  Kata  SARI  dapat diartikan  merta atau penghidupan, mereka datang  untuk mencari Merta/Penghidupan

c.   Kemudian ada  yang menafsirkan nama Desa Warnasari berasal dari kata WANA dan  SARI.

                Wana berarti  Hutan dan Sari berarti  Bunga,  yang artinya kurang lebih  bahwa  masyarakat yang datang  tujuannya adalah untuk membuka Hutan (ALAS)  sedangkan Sari  diartikan  bahwa pada saat kedatangan  warga  yang membuka Hutan (Alas)  banyak dijumpai  tumbuhan Kayu dan  Tumbuhan Bunga  yang berwarna-warni.

                Dari beberapa keterangan tetu dan setelah diadakan pengkajian dengan   beberapa metode pendekatan sosial budaya masyarakat Desa Warnasari  maka  dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.            Nama Warnasari diambil dari nama warga yang berasal dari nama  warga  yang berasal dari berbagai kabupaten  di Bali

2.            Kaitannya dengan keadaan sosial budaya  Desa Warnasari yang mencerminkan  keanekaragaman sosial budaya  dan adat istiadat.

Diperkirakan   pada Bulan Juli Tahun 1942  Desa Warnasari telah menpunyai  Perbekelan  yang ditunjuk sebagai  Perbekel              (Kelihan Gede)  adalah PAN WIRA ,  seiring dengan           perkembangan jaman dari tahun ke tahun  maka  pucuk pimpinan desa  waktu itu  adalah sebagai berikut : 

1              Pan Wira              (1942   -   1952)

2              Pan Notih            (1952   -   1957)

3.            Ketut Mera         (1957   -   1962)`

4.            I Wayan Sanggra               (1962   -   1965)

5.            Ida Bagus Oko    (1965   -   1967)  Pjs

6.            I  Nengah Sirben               (1967   -   1977)

7              I Gst Kom Nestra              (1977   -   1979)

8              I  Ketut  Karta     (1979   -   1980) Pjs

9              I  Nengah Mendres         (1980   -    1988)

10           I Nengah Mendres          (1988   -    1990) Pjs

11           I  Putu  Sudentra              (1990   -    1998)

12           I  Putu  Sudentra              (1998   -    2007)

13           I  Ketut  Widastra,BA      (2007   -  sekarang)

Pada Mulanya  wilayah Desa Warnasari dibagi menjadi  2 (Dua) Banjar Dinas /Adat  Yaitu :

1.            Banjar Dinas/Adat  Warnasari Kelod

2.            Banjar Dinas/Adat Warnasari Kaja

Seiring dengan  perkembangan  jaman dan pelayanan publik makin banyak maka  pada Tahun 1984, melalui Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Jembrana  Nomor : 48/19/VII/Pem/1984,- tertanggal 25 Juli 1984, maka   Banjar Warnasari  Kaja dimekarkan kembali menjadi  Banjar  Dinas/Adat Pucaksari

Demografi

 LUAS WILAYAH :   442.625  Ha

 BATAS – BATAS WILAYAH

1.  Sebelah Utara                 : Pangkung Sente/Desa Ekasari

2.  Sebelah  Timur      : Pangkung Belatung/Desa Tukadaya

3.  Sebelah Selatan     : Pangkung Belatung/Desa Candikusuma

4.  Sebelah Barat        : Tukad Sangyang Gede/Desa Nusasari